Senin, 07 Juni 2010

pandangan islam mengenai kecerdasan

A. Pengertian Kecerdasan

Kecerdasan (dalam bahasa inggris disebut intelligence dan bahasa Arab disebut al-dzaka) menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan kesempurnaan sesuatu. Dalam arti, kemampuan (al-qudrah) dalam memahami secara sempurna.
J.P chaplin merumuskan tiga definisi kecerdasan, yaitu: (1) kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru dengan cepat dan efektif; (2) Kemampuan menggunakan konsep abstrak secara efektif yang meliputi empat unsur seperti memahami, berpendapat, mengontrol, dan mengkritik; (3) kemampuan memahami pertalian-pertalian dan belajar dengan cepat sekali.
Willian Stern mengemukakan bahwa intelegensi berarti kapasitas umum dari seorang induvidu yang dapat dilihat pada kesanggupan pikirannya dalam mengatasi tuntutan kebutuhan-kebutuhan baru, keadaan rohani secara umum yang disesuaikan dengan problema-problema kehidupan.

B. Macam-macam Kecerdasan
1. Kecerdasan Intelektual
Kecerdasan intelektual adalah yang berhubungan dengan proses kognitif seperti berpikir, daya menghubungkan, dan menilai atau mempertimbangkan sesuatu. Atau, kecerdasan yang berhubungan dengan strategi pemecahan masalah dengan menggunakan logika. Menurut Thurstone, dengan teori faktornya, menentukan 30 faktor yang menentukan kecerdasan intelektual, tujuh diantaranya yang dianggap paling utama untuk elabilitas-ebilitan mental, yaitu : (1) mudah dalam mempergunakan bilangan; (2) Baik ingatan; (3)Mudah menangkap hubungan-hubungan percapakan; (4) Tajam Penglihatan; (5) Mudah menarik kesimpulan dari data yang ada; (6) Cepat mengamati; dan (7) cakap dalam memecahkan berbagai problem. Kecerdasan ini disebut juga kecerdasan rasio (rational intelligence), sebab ia menggunakan potensi rasio dalam memecahkan masalah.
Dengan kehadiran konsep-konsep baru tentang kecerdasan, maka IQ tidak lagi bermakna intelligence quotient, melainkan intellectual quotient. Perbahan ini sebagai bandingan dengan istilah EQ (emotional quotient), MQ (Moral quotient), dan SQ (spiritual quotient).

2. Keceradan Emosional
Goleman mendefinisikan emosi dengan perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi juga merupakan reaksi kompleks yang mengait satu tingkat tinggi kegiatan dan perubahan-perubahan secara mendalam serta dibarengi dengan perasaan (feeling) yang kuat atau disertai keadaan efektif.
Crow and Crow mendefinisikan emosi dengan suatu keadaan yang mempengaruhi dan menyertai penyesuaian di dalam diri secara umum, keadaan yang merupakan penggerak mental dan fisik bagi individu dan yang dapat dilihat melalui tingkah laku.
Salovey dan Meyer menggunakan istilah kecerdasan emosi untuk menggambarkan sejumlah kemampuan mengenali emosi dari sendiri, mengenali orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain. Ciri utama pikiran emosional adalah respons yang cepat tetapi ceroboh, mendahulukan perasaan daripada pemikiran, realitas simbolik yang seperti anak-anak, masa lampau diposisikan sebagai masa sekarang, dan realitas yang ditentukan oleh keadaan.
Kecerdasan emosional merupakan hasil kerja dari otak kanan, sedangkan kecerdasan intelektual merupakan hasil kerja otak kiri. Menurut Deporter dan Hernacki, otak kanan manusia memiliki cara kerja yang logis, sekuensial, rasional, dan linier.
Kendala yang sering menghalangi kecerdasan emosi adalah rasa malu, tidak mampu mengekspresikan perasaan, terlalu emosional, perasaan yang mendua, frustasi, tidak ada motivasi diri, sulit berempati, dan sulit berteman.

3. Kecerdasan Moral
Robert Coles mengemukakan bahwa kecerdasan moral seolah-olah bidang ketiga dari kegiatan otak setelah kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional) yang berhubungan dengan kemampuan yang tumbuh perlahan-lahan untuk merenungkan mana yang benar dan mana yang salah, dengan menggunakan sumber emosional dan intelektual pikiran manusia. Indicator kecerdasan moral adalah bagaimana seseorang memiliki pengetahuan tentang moral yang benar dan yang buruk, kemudian ia mampu menginternalisasikan moral yang benar ke dalam kehidupan nyata, dan menghindarkan diri dari moral yang buruk. Orang yang baik adalah orang yang memiliki kecerdasan moral, sedangkan orang yang jahat merupakan orang yang “idiot” moral.
Poedjawijatna mendefinisikan moral dengan “sikap dan tindakan yang mengacu pada baik dan buruk. Normanya adalah menentukan benar salah sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik dan buruknya. Sementara Bourke mendefinisikan moral (sebagai pandangan etika) dengan sudut pandang studi sistematis tentang tindakan manusia dari sudut pandang benar-salah, yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk mencapai kebahagiaan puncak. Objek material adalah tindakan manusia, sebagai objek formalnya adalah kualitas kebenaran dan kesalahan dalam perilaku.

4. Kecerdasan Spiritual
Zohar dan Marshall mendefenisikan kecerdasan sprirtual sebagai puncak kecerdasan, setelah kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan moral. Meskipun terdapat benang merah antara kecerdasan spiritual dan kecerdasan moral, namun muatan kecerdasan spiritual lebih dalam, lebih luas dan lebih transenden daripada kecerdasan moral. Kecerdasan spiritual merupakan konsep yang berhubungan dengan bagaimana sseorang ‘cerdas’ dalam mengelola dan mendayagunakan makna-makna, nilai-nilai, dan kualitas-kualitas kehidupan spiritualnya. Kehidupan spiritual disini meliputi hasrat untuk hidup bermakna (the will to meaning) yang memotivasi kehidupan manusia untuk senantiasa mencarai makan hidup dan mendambakan hidup yang bermakna.
5. Kecerdasan beragama
Kecerdasan beragama adalah kecerdasan qalbu yang menghubungkan dengan kualitas beragama dan ketuhanan. Kecerdasan ini mengarahkan pada seseorang untuk berperilaku secara benar, yang puncaknya menghasilkan ketaqwaan secara mendalam, denagn dilandasi oleh eman kompetensi keimanan, lima kompetensi keislamaman, dan multi kompetensi ihksan.
C. Bentuk-bentuk kecerdasan intelektual, emosianal, moral, spiritual, dan agama dalam psikologi islam
Bentuk-bentuk kecerdasan qalbiah seperti kecerdasan intelektual, emosi, moral, spiritual, dan beragama sulit dipisahkan, sebab semuanya merupakan perilaku qalbu. Barangkali yang dapat membedakannya adalah niat dan motivasi yang mendorong perilaku qalbiah, apakah perilaku itu berasal dari insaniah atau ilahiah. Adapun bentuk-bentuk kecerdasan qalbiah yaitu :
Pertama, kecerdasan ihkbat, yaitu kondisi qalbu yang meniliki kerendahan dan kelembutan hati, merasa tenang dan khusyu dihadapan Allah, dan tidak menganiaya orang lain. Kecerdasan ikhbat dapat diartikan sebagai kondisi qalbu yang kembali dan mengabdi denagn kerendahan hati kepada Allah, merasa tenang jika berzikir kepada-Nya, tunduk dan dekat kepada-Nya. Kondisi ikhbat merupakan dasar bagi terciptanya kondisi jiwa yang tenang, yakin dan percaya kepada Allah.
Kedua, kecerdasan zuhud. Secara harfiah zuhud berarti berpaling, menganggap hina dan kecil, serta tidak merasa butuh terhadap sesuatu. Kecerdasan zuhud memiliki tiga tingkatan : pertama, zuhud dari hal-hal yang syubhat. Kedua, zuhud dari penggunaan harta yang berlebihan. Dan ketiga, zuhud dalam zuhud.
Ketiga, kecerdasan wara’. Wara’ adalah mejaga diri dari perbuatan yang tidak baik, yang dapat menurunkan derajat dan kewibawaan diri seseorang.
Keempat, kecerdasan dalam berharap baik (Raja’). Raja’ ialah berharap terhadap sesuatu kebaikan terhadap Allah SWT dengan disertai usaha yang sungguh-sungguh dan tawakkal. Hal itu tentunya berbeda dengan al-Tamanni (angan-angan), sebab merupakan harapandengan bermalas-malasan tanpa disertai dengan usaha.
Raja’ dapat berupa harapan seseorang terhadap pahala setelah ia melakukan ketaatan kepada Allah SWT, atau harapan ampunan darinya setelah ia bertobat dari dosanya. Menurut Ibnu Qayim raja’memiliki tiga tingkatan; pertama harapan yang mendorong seseorang untuk berusaha dengan sungguh-sungguh, sehingga melahirkan kenikmatan batin dan meninggalkan larangan. Kedua, harapan orang-orang yang mengadakan latihan, agar ia dapat membersihkan hasratnya dan terhindar dari kemudhorotan masa depan. Ketiga, harapan kalbu seseorang untuk bertemu pada Tuhannya dan kehidupannya dimotivasi oleh kerinduan kepadanya.
Kelima, kecerdasan Ri’ayah. Ialah memelihara pengetahuan yang pernah diperoleh dan mengaplikasikannya dengan perilaku nyata. Ilmu tanpa amal ibarat pohon tanpa buah, ilustrasi ini menunjukkan bahwa pendekatan perolehan ilmu bukan hanya melalui fakultas piker belaka, tapi juga harus menyertakan fakulta dzikir. Gabungan keduanya akan melahirkan ulu al-bab, yaitu orang yang beriman dan beramal shaleh. Dan kecerdasan ini merupakan bentuk kecerdasan intelektual-qalbiah.
Menurut Ibnu Qayyim, orang yang telah berilmu memiliki tiga tingkat;pertama, Riwayah yaitu seseorang yang hanya sekedar menerima dan meriwayatkan ilmu pengetahuan dari orang lain. Kedua, Dirayah, yaitu orang yang berusaha memahami, menganalisa, mengkritisi, dan memikirkan maknanya. Ketiga, Riayah, yaitu orang yang mengaplikasikan apa yang diketahui melalui perbuatan nyata.
Keenam, kecerdasan Muqorrobah. Yaitu berarti kesadaran seseorang bahwa Allah SWT mengetahui dan mengawasi apa yang dipikirkan, dirasakan, dan diperbuatnya baik lahir maupun batin. Sehingga tidak sedetikpun waktu yang terbuang untuk mengingat-Nya.
Ketujuh, kecerdasan Ikhlas. Yaitu kemurnian dan ketaatan yang ditujukan kepada Allah semata, dengan cara membersihkan perbuatan baik lahir maupun batin. Menurut al-Qurthubi dalam tafsirnya, ikhlas dikaitkan pada kondisi ibadah seseorang yang terhindar dari perbuatan penyekutuan Tuhan dengan sesuatu. Sedangkan menurut Qayyim, ikhlas dibagi ke dalam tiga tingkat; pertama, tidak menganggap bernilai lebih terhadap perbuatan yang dilakukan. Kedua, merasa malu terhadap perbuatan yang telah dilakukan sambil berusaha sekuat tenaga untuk memperbaikinya. Ketiga, berbuat dengan ikhlas melalui keihlasan dalam berbuat yang didasarkan atas ilmu dan hukum-hukum-Nya.
Kedelapan, kecerdasan istiqomah. Ialah berarti melakukan suatu pekerjaan baik melalui prinsip kontinuitas dan keabadian. Ibnu Qoyyim membagi istiqomah dalam tiga tingkatan; Pertama, istiqomah dalam arti kesederhanaan dalam bersungguh-sungguh sehingga tidak melampaui batas pengetahuan, ikhlas dan sunnah. Kedua, Istiqomah keadaan, dengan menyaksikan hakikat sesuatu berdasarkan ilmu dan cahaya kesadaran. Hakikat ini meliputi hakikat Kauniyah dan hakikat Diniyyah. Ketiga, istiqomah dengan cara tidak menganggap berarti istiqomah yang pernah dilakukan, sehingga ia terus berusaha untuk beristiqomah pada jalan yang benar.
Kesembilan, kecerdasan Tawakkal, yaitu menyerahkan diri sepenuh hati, sehingga tiada beban psikologis yang dirasakan. Dalam hal ini tawakkal yang dimaksud adalah mewakili atau menyerahkan semua urusan kepada Allah SWT, sebagai Zat yang mampu menyelesaikan semua urusan.
Tawakkal menghindarkan seseorang dari sikap meterialis, dikatakan demikian karena tawakkal menuntut seseorang untuk menggunakan harta benda secukupnya, meskipun batas kecukupan itu relative. Untuk memperoleh tawakkal yang sesungguhnya, Ibnu Qayyim memberikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut; >memiliki keyakinan yang benar tentang kekuasaan dan kehendak Allah, mengetahui hukum sebab akibat akan urusan yang dikerjakan, memperkuat qalbu dengan tauhid, menyandarkan qalbu kepada Allah SWT dan merasa tenang disisinya, memiliki persangkaan yang baik terhadap Allah SWT, menyerahkan Qolbu sepenuhnya kepada Allah dan menghalau apa saja yang merintangi, pasrah atau menyerahkan segala urusan kepada-Nya.
Kesepuluh, Kecerdasan Sabar. Berarti menahan, maksudnya menahan diri dari hal-hal yang dibenci dan menahan lisan agar tidak mengeluh. Sabar dalam pandangan ibnu Qayyim terbagi atas dua macam pengertian; Pertama, sabar adalah menahan diri dari segala yang tidak menyenangkan, Kedua sabar adalah ketabahan yang disertai sikap berani, melawan dan menentang terhadap sesuatu yang menimpah.
Ibnu Qayyim selanjutnya mengemukakan tiga terminology sabar yang mencerminkan stratifikasinya. Pertama, stratifikasi al-tashabbur, yaitu sabar terhadap kesulitan dan tidak merasakan adanya kesedihan. Kedua, al- shabr yaitu sikap yang tidak merasa terbeban iterhadap adanya musibah dan kesulitan. Ketiga, al-ishtibar yaitu menikmati musibah dengan perasaan gembira.
Lebih lanjut Ia menyebut tiga jenis sabar; pertama, sabar bi-Allah yaitu sabar yang lazim di perankan oleh kebanyakan orang, yang selalu mengharap pertolongan dari-Nya. Kedua, sabar li-Allah yaitu sabar yang diperankan oleh al-muridin yang motif sabarnya tidak lain karena Cinta kepada Allah. Ketiga sabar ma’a-Allah yaitu sabar yang dilakukan oleh orang-orang yang menempuh jalan spiritual dengan cara tunduk dan senang melaksanakan perintah-Nya.
Kesebelas, kecerdasan Ridho, adalah rela terhadap apa yang dimiliki dan diberikan. Ridho merupakan kedudukan spiritual seseorang yang diusahakan setelah ia melakukan tawakkal. Untuk mengukur benar tidaknya ridho seseorang, Ibnu Qayyim memberikan batasan-batasan, tiga diantaranya adalah; Pertama, sebagai pihak yang pasrah seorang hamba harus rela terhadap pilihan Allah SWT karena hal itu mengandung hikmah. Kedua, hamba yakin bahwa takdir Allah SWT baik tentang nikmat atau cobaan tidak akan berubah. Ketiga, sebagai hamba, seorang tidak boleh benci atau marah terhadap pilihan atau pemberian Tuhannya.
Keduabelas, kecerdasan Syukur, adalah menampakkan nikmat Allah SWT. Syukur dilakukan dengan tiga tahap; pertama, mengetahui nikmat, dengan cara memasukkan dalam ingatan bahwa nikmat yang diberikan oleh pemberi telah sampai pada penerima. Kedua, menerima nikmat dengan cara menampakkan pada pemberi bahwa ia sangat butuh terhadap pemberian-Nya dan tidak minta lebih. Ketiga, memuji pemberian-nya dengan cara membaca hamdalah.
Ibnu Qayyim membagi syukur ke dalam tiga tingkatan; pertama, sukur terhadap sesuatu yang dicintai. Kedua, syukur terhadap sesuatu yang dibenci. Ketiga, syukur tanpa mengenal objek yang diterima.
Ketigabelas, kecerdasan malu. Malu berarti kepekaan diri yang mendorong untuk meninggalkan keburukan dan menunaikan kewajiban. Malu merupakan tanda bagi kehidupan qalbu seseorang.
Keempatbelas, kecerdasan jujur. Adalah kesesuaian antara yang diucapkan dengan kejadian yang sebenarnya. Kesesuaian antara yang dirahasiakan dengan yang ditampakkan,dan perkataan yang benar ketika berhadapan pada orang yang ditakuti atau yang diharapkan. Adapun pembagian jujur, yaitu jujur dalam perkataan, jujur dalam perbuatan, dan jujur dalam keadaan.
Kelimabelas, kecerdasan mendahulukan atau mementingkan kepentingan orang lain (al-itsar). Yang dimaksud di sini adalah bukan yang berkaitan dengan ibadah mahdhah, tetapi dalam hal mu’amalah. Dalam soal beribadah seorang hamba harus berlomba untuk mencapai derejat yang lebih tinggi di hadapan Allah, tetapi dalam soal mu’amalah, mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan pribadi merupakan kecerdasan emosional yang baik. Puncak dari kecerdasan ini adalah adalah kedermawanan.
Keenambelas, keecrdasan tawadhu. Berarti sikap qalbu yang tenang, berwibawah, rendah hati, lemah lembut tanpa disertai rasa jahat, congkak, dan sombong. Bersikap tawadhu bukan berarti menunjukan sikap kebodohan seseorang melainkan menunjukan sikap kedewasaannya.
Ketujuhbelas, kecerdasan mu’ruah. Artinya sikap kewiraan yang menjunjung sikap manusia yang agung. Kecerdasan mu’ruah meliputi pengalaman perilaku yang baik dan meninggalkan perilaku yang buruk serta menjauhkan diri dari perbuatan rendah dan hina.
Kedelapanbelas, kecerdasan dalam menerima apa adanya atau seadanya (qana’ah). Qana’ah dianggap sebagai kecerdasan bila seseorang dapat merasa lepas dari segala tuntutan yang berada di luar kemampuannya, ia justru dapat menikmati apa yang dimiliki meskipun menurut orang lain kenikmatan itu sangat minim.
Kesembilanbelas, kecerdasan taqwa. Kecerdasan in merupakan puncak kecerdasan qalbiah. Sebab untuk mencapai tahapan ini seseorang telah melewati seluruh tahapan-tahapan kecerdasan. Orang memiliki predikat muttaqin (orang-orang yang bertqwa) telah mampu mengintegrasikan dirinya secara benar, baik terhadap dirinya sendiri, orang lain, alam semesta, apalagi terhadap Tuhannya.
D. METODE MENUMBUHKEMBANGKAN KECERDASAN QALBIAH
Kalbu merupakan struktur nafsani yang paling dekat dengan fitrah al-ruh. Upaya menumbuhkan kecerdasan qalbiah adalah dengan cara menyediakan fasilitas dan peluang yang memandai terhadap kehidupan ar-ruh, agar ia dapat mengaktual secara sempurna. Kebutuhan ar-ruh yang paling esensial adalah kembali kepada kesucian dan fitrah
Para Nabi dan orang-orang sholih mempunyai kecerdasan Qolbiah melalui cara pensucian jiwa (tazkiyah al-nafs) dan latihan-latihan spiritual. Mereka menempuah cara-cara yang khusus sesuai dengan pengalaman spiritual pribadinya, tetapi cara pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan tobat, dalam arti kembali kepada fitrah al-ruh yang terhindar dari segala dosa dan maksiat, sehingga memancarkan cahaya ilahi.

Rabu, 02 Juni 2010

Psikoterapi islam

A. PENGERTIAN PSIKOTERAPI
Psikoterapi (psychotherapy) adalah pengobatan alam pikiran, atau lebih tepatnya, pengobatan dan perawatan gangguan psikis melalui metode psikologis. Istilah ini mencakup berbagai teknik yang bertujuan untuk membantu individu dalam mengatasi gangguan emosionalnya dengan cara memodifikasi perilaku, pikiran dan emosinya, sehingga individu tersebut mampu mengembangkan dirinya dalam mengatasi masalah psikisnya.
Menurut Carl Jung, psikoterapi telah melampaui asal-usul medisnya dan tidak lagi merupakan suatu metode perawatan orang sakit. Psikoterapi kini juga digunakan untuk orang sehat atau pada mereka yang mempunyai hak atas kesehatan psikis yang penderitaannya menyiksa kita semua. Menurut pendapat Jung ini, bangunan psikoterapi selain digunakan untuk fungsi kuratif (penyembuhan), juga berfungsi preventif (pencegahan), dan konstruktif (pemeliharaan dan pengembangan jiwa yang sehat).
Psikoterapi sangat berguna untuk:
1. Membantu penderita dalam memahami dirinya, mengetahui sumber-sumber psikopatologi dan kesulitan penyesuaian diri, memberi perspektif masa depan yang lebih cerah.
2. Membantu penderita mendiagnosis bentuk-bentuk psikopatologi, dan
3. Membantu penderita menentukan langkah-langkah praktis dan pelaksanaan pengobatannya.
B. BENTUK-BENTUK DAN TEKNIK PSIKOTERAPI
Muhammad Abd al-‘Aziz al-Khalidi membagi obat (syifa’) ke dalam dua bagian: Pertama, obat hissi, yaitu obat yang dapat menyembukan penyakit fisik, seperti berobat dengan madu, air buah-buahan yang disebutkan dalam al-Quran. Sunnahnya digunakan untuk menyembuhkan kelainan jasmani. Kedua, obat ma’nawi, obat yang sunnahnya menyembuhkan penyakit ruh dan kalbu manusia, seperti doa-doa dan isi kandungan dalam al-Quran.
Kepribadian merupakan produk fitrah nafsani (jasmani-ruhani). Aspek ruhani menjadi esensi kepribadian manusia, sedang aspek jasmani menjadi alat aktualisasi. Oleh karena itu maka kelainan kepribadian disembuhkan dengan pengobatan ma’nawi. Demikian juga kelainan jasmani sering kali disebabkan oleh kelainan ruhani maka cara pengobatannya pun harus dengan sunnah pengobatan ma’nawi.
Al-Razi, dokter sekaligus filosof muslim mengatakan bahwa, tugas seorang dokter disamping mengetahui kesehatan jasmani dituntut juga mengetahui kesehatan jiwa. Hal itu menurutnya dilakukan untuk menjaga keseimbangan jiwa dalam melakukan aktivitas-aktivitasnya, agar tidak terjadi keadaan yang minus atau berlebihan. Hal ini menunjukkan urgensinya suatu pengetahuan tentang psikis. Pengetahuan psikis tidak sekedar berfungsi untuk memahami kepribadian manusia, tetapi juga untuk pengobatan penyakit jasmaniah dan ruhaniah. Banyak diantara kelainan jasmani diakibatkan oleh kelainan jiwa manusia. Penyakit jiwa seperti stress, dengki, iri hati, dan lainnya sering kali menjadi penyebab utama penyakit jasmani.
Muhammad Mahmud, seorang psikolog muslim ternama, membagi psikoterapi Islam dalam dua kategori; Pertama, bersifat duniawi, berupa pendekatan dan teknik-teknik pengobatan psikis setelah memahami psikopatologi dalam kehidupan nyata. Kedua, bersifat ukhrawi, berupa bimbingan mengenai nilai-nilai moral, spiritual dan agama.
Sampai saat ini, sebagaimana dikemukakan Atkinson, terdapat enam teknik psikoterapi yang digunakan oleh para psikiater atau psikolog, antara lain:
1. Teknik Terapi Psikoanalisa
Bahwa di dalam tiap-tiap individu terdapat kekuatan yang saling berlawanan yang menyebabkan konflik internal tidak terhindarkan. Konflik ini mempunyai pengaruh kuat pada perkembangan kepribadian individu, sehingga menimbulkan stres dalam kehidupan. Teknik ini menekankan fungsi pemecahan masalah dari ego yang berlawanan dengan impuls seksual dan agresif dari id. Model ini banyak dikembangkan dalam Psiko-analisis Freud. Menurutnya, paling tidak terdapat lima macam teknik penyembuhan penyakit mental, yaitu dengan mempelajari otobiografi, hipnotis, chatarsis, asosiasi bebas, dan analisa mimpi. Teknik freud ini selanjutnya disempurnakan oleh Jung dengan teknik terapi Psikodinamik.
2. Teknik Terapi Perilaku
Teknik ini menggunakan prinsip belajar untuk memodifikasi perilaku individu, antara lain desensitisasi, sistematik, flooding, penguatan sistematis, pemodelan, pengulangan perilaku yang pantas dan regulasi diri perilaku.
3. Teknik Terapi Kognitif Perilaku
Teknik modifikasi perilaku individu dan mengubah keyakinan maladatif. Terapis membantu individu mengganti interpretasi yang irasional terhadap suatu peristiwa dengan interpretasi yang lebih realistik.
4. Tenik Terapi Humanistik
Teknik dengan pendekatan fenomenologi kepribadian yang membantu individu menyadari diri sesunguhnya dan memecahkan masalah mereka dengan intervensi terapis yang minimal (client-centered-therapy). Gangguan psikologis diduga timbul jika proses pertumbuhan potensi dan aktualisasi diri terhalang oleh situasi atau orang lain.
5. Teknik Terapi Eklektik atau Integratif
Yaitu memilih teknik terapi yang paling tepat untuk klien tertentu. Terapis mengkhususkan diri dalam masalah spesifik, seperti alkoholisme, disfungsi seksual, dan depresi.
6. Teknik Terapi Kelompok dan Keluarga
Terapi kelompok adalah teknik yang memberikan kesempatan bagi individu untuk menggali sikap dan perilakunya dalam interaksi dengan orang lain yang memiliki masalah serupa. Sedang terapi keluarga adalah bentuk terapi khusus yang membantu pasangan suami-istri, atau hubungan arang tua-anak, untuk mempelajari cara yang lebih efektif, untuk berhubungan satu sama lain dan untuk menangani berbagai masalahnya.
Berbagai teknik terapi di atas, tidak satupun menyebutkan teknik terapi ukhrawi. Freud bahkan dalam The Future of an Ilusion menganggap bahwa orang yang memeluk suatu agama berarti ia telah menderita delusi, ilusi dan obsesional neurosis yang berasal dari ketidakmampuan manusia dalam menghadapi kekuatan alam di luar dirinya dan juga kekuatan insting dari dalam dirinya sendiri. Agama merupakan kumpulan neurosis yang disebabkan oleh kondisi serupa dengan kondisi yang menimbulkan neurosis pasa anak-anak.
Teori Freud ini kemudian dibantah oleh Carl Jung putra mahkotanya sendiri. Jung terpaksa mengadakan penelitian pada mitologi, agama, alkemi dan astrologi. Penelitiannya ini dapat membantu archetipe-archetipe yang sulit diperoleh dari sumber-sumber kontemporer. Selanjutnya Allport juga membantah teori Freud. Para psikolog kontemporer tidak menemukan patologi-patologi yang terjadi pada pemeluk agama yang salih. Pemeluk agama yang salih justru mampu mengintegrasikan jiwanya dan tidak pernah mengalami hambatan-hambatan hidup secara serius. Dengan demikian, teori Freud yang hanya mengutamakan psikoterapi duniawi tidak dapat dipertahankan lagi dan dipandang perlu untuk penambahan psikoterapi lain yang dikaitkan dengan kehidupan agama, yakni psikoterapi ukhrawi yang berasaskan agama.
الَّذِي خَلَقَنِي فَهُوَ يَهْدِينِ - وَالَّذِي هُوَ يُطْعِمُنِي وَيَسْقِينِ - وَإِذَامَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ .
(yaitu Rabb) Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku, dan Rabbku, Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku, dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku (QS. As-Syu’ara : 78 – 80)
Psikoterapi dalam Islam dapat menyembuhkan semua aspek psikopatologi, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Psikoterapi hati itu ada lima macam :
1. Membaca Al-Quran sambil mencoba memahami artinya;
2. Melakukan shalat malam;
3. Bergaul dengan orang yang baik atau salih;
4. puasa
5. zikir malam hari yang lama

1. membaca Al-qur’an
Al-Quran dianggap sebagai terapi yang pertama dan utama, sebab didalamnya memuat resep-resep mujarab yang dapat menyembuhkan penyakit jiwa manusia. Tingkat kemujarabannya sangat tergantung seberapa jauh tingkat sugesti keimanan pasien.
Al-Qurthubi dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ada dua pendapat dalam memahami term syifa’ dalam ayat tersebut. Pertama, terapi bagi jiwa yang dapat menghilangkan kebodohan dan keraguan, membuka jiwa yang tertutup, serta dapat menyembuhkan jjwa yang sakit; kedua, terapi yang dapat menyembuhkan penyakit fisik, baik dalam bentuk azimat maupun tangkal. Sementara Al-Thabathaba’I mengemukakan bahwa syifa’ dalam Al-Qur’an memiliki makna “terapi ruhaniah” yang dapat menyembuhkan penyakit batin. Al-Thabathaba’I jiga mengemukakan bahwa Al-Quran juga dapat menyembuhkan penyakit jasmani, baik melalui bacaan atau tulisan.
Menurut al-Faidh al-Kasyani dalam Tafsirnya mengemukakan bahwa lafal-lafal al-Quran dapat menyembuhkan penyakit badan, sedangkan makna-maknanya dapat menyembuhkan penyakit jiwa. Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, bacaan al-Quran mampu mengobati penyakit jiwa dan badan manusia. Obat yang mujarab yang dapat mengobati kedua penyakit ini adalah hidayah al-Quran.
Kemukjizatan lafal al-Quran bukan hanya perkalimat, tetapi perkata, bahkan perhuruf. Hal itu dianalogikan dengan sabda Nabi bahwa pahala membaca al-Quran bukan perkalimat atau perkata, tetapi per huruf. Apabila al-Quran dihadapkan pada orang yang sehat mentalnya, maka ia bernilai konstruktif. Artinya, ia dapat memperkuat dan mengembangkan integritas dan penyesuaian kepribadian dirinya. Karena itu, berobat dengan menggunakan al-Quran, baik secara lahiriah maupun batiniah, tidak hanya ketika dalam kondisi sakit, namun sangat dianjurkan dalam kondisi sehat.
2. Shalat diwaktu malam
Shalat tahajjud memiliki banyak hikmah. Diantaranya adalah (1) setelah melakukan ibadah tambahan (nafilah), baik dengan shalat maupun membaca al-Quran, maka dirinya mendapatkan kedudukan terpuji dihadapan Allah SWT; (2) memiliki kepribadian sebagaimana kepribadian orang-orang salih yang selalu dekat (taqqarub) kepada Allah SWT, terhapus dosanya dan terhindar dari perbuatan munkar; (3) jiwanya selalu hidup sehingga mudah mendapatkan ilmu dan ketenteraman, bahkan Allah SWT menjajikan kenikmatan surga baginya; (4) doanya diterima, dosanya mendapatkan ampunan dari Allah SWT, dan diberi rizki yang halal dan lapang tanpa susah payah mencarinya; (5) sebagai ungkapan rasa syukur terhadap apa yang telah diberikan oleh Allah SWT sebagai rasa syukur, nabi SAW sendiri selalu melakukan tahajjud walaupun tumit kakinya bengkak.
Setelah shalat sunat di malam hari, amalan yang perlu dilakukan adalah berdo’a, berdzikir dan membaca wirid, sebab berdoa di malam hari mudah dikabulkan oleh Allah SWT. Sabda Nabi SAW : “Sesuatu yang lebih mendekatkan Tuhan kepada hamba-Nya di tengah malam adalah apabila engkau mampu melakukan zikir kepada Allah maka lakukanlah.”
Shalat juga merupakan terapi psikis yang bersifat kuratif, preventif, dan konstruktif sekaligus. Pertama, shalat membina seseorang untuk melatih konsentrasi yang integral dan komprehensif.hal itu tergambar dalam niat dan khusyu’. Kedua, shalat dapat menjaga kesehatan potensi-potensi psikis manusia, seperti potensi kalbu untuk merasa (emosi), potensi akal untuk berpikir (kognisi), dan potensi syahwat (appetite) dan ghadab (defense) untuk berkarsa (konasi). Denga shalat, seseorang dapat menjaga dua dari lima prinsip kehidupan. Lima prinsip kehidupan itu adalah memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan, dan memelihara kehormatan dan harta benda. Dengan shalat ia mampu menjaga agamanya, sebab shalat merupakan tiang agama. Demikian juga ia dapat menjaga akalnya agar terhindar dari segala zat yang membahayakan. Ketiga, shalat mengandung doa yang dapat membebaskan manusia dan penyakit batin.
Dosa adalah penyakit (psikopatologi), sedang obat (psikoterapi)-nya adalah taubat. Shalat adalah manifestasi dari taubat seseorang, karena dalam shalat seseorang kembali (taba) pada Pencipta-nya.salah satu indikator taubat adalah mengakui kesalahan dan dosa-dosa yang diperbuat. Dengan pengakuan akan dosa dan permohonan untuk penghapusan dosa dalam doa iftitah, menghantarkan seseorang untuk kembali pada fitrah aslinya yang terbebas dari segala penyakit batin. Bahkan dalam hadis lain, shalat lima waktu dapat membersihkan fisik dan psikis seseorang seperti orang yang membersihkan tubuhnya lima kali dalam sehari semalam.
3. Bergaul dengan orang shalih.
Orang yang salih adalah orang yang mampu mengintegrasikan dirinya dan mampu mengaktualisasikan potensinya semaksimal mungkin dalam berbagai dimensi kehidupan. Dalam tradisi kaum sufi, seseorang yang shalih dan dapat menyembuhkan penyakit ruhani manusia disebut dengan al-thabib al-ilahi atau mursyid. Menurut al-Syarqawi, adalah al-thabib al-murabbi (dokter pendidik). Dokter seperti ini lazimnya memberikan resep penyembuhan kepada pasiennya melalui dua cara, yaitu:
1. negative (al-salabi), dengan cara membersihkan diri dari segala sifat-sifat dan akhlak yang tercela.
2. positif (al-ijabi), dengan mengisi diri dari sifat-sifat atau akhlak yang terpuji.
Menurut Sa’id Hawwa, menyatakan bahwa zikir, wirid, dan amalan-amalan tertentu belum cukup untuk mengobati penyakit jiwa, melainkan diperlukan ilmu yang disertai dengan mujahadah. Baik mursyid maupun al-thabib al-ilahi, keduanya memiliki-pinjam istilah Abraham Maslow-pengalaman puncak (peak experience), sebab selain mereka melaksanakan kewajiban-kewajiban pokok juga melakukan perluasan diri (extension of the self) dengan ibadah-ibadah khusus.
4. Melakukan puasa.
Puasa disini adalah menahan diri dari segala perbuatan yang dapat merusak citra fitri manusia. Pembagian puasa ada 2:
1. Puasa fisik, yaitu menahan lapar,haus, dan berhubungan seks.(bukan miliknya atau bukan pada tempatnya)
2. Puasa psikis, yaitu menahan hawa nafsu dari segala perbuatan maksiat.
Puasa juga mampu menumbuhkan efek emosional yang positif, seperti menyadari akan kemaha kuasaan Allah SWT, menumbuhkan solidaritas dan kepedulian terhadap orang lain, serta menghidupkan nilai-nilai positif dalam dirinya untuk aktualisasi diri sebaik mungkin. Hikmah lapar menurut Al-Ghazali:
- Menjernihkan Qalbu dan mempertajam pandangan
- Melembutkan Qalbu sehingga mampu merasakan kenikmatan batin
- Menjauhkan prilaku yang hina dan sombong
- Mengingatkan jiwa manusia akan cobaan dan azab Allah
- Memperlemah syahwat dan tertahannya nafsu amarah yang buruk
- Mengurangi jam tidur dan memperkuat kondisi terjaga dimalam hari untuk ibadah
- Mempermudah seseorang untuk selalu tekun beribadah
- Menyehatkan badan dan jiwa serta menolak penyakit
- Menumbuhkan sikap mendahulukan suka membantu orang lain dan mudah bersedekah.
5. Zikir
Zikir dalam arti sempit memiliki makna menyebut asma-asma Allah dalam berbagai kesempatan. Sedangkan dalam arti luas mengingat segala keagungan dan kasih saying Allah SWT yang telah diberikan,serta dengan menaati perintahnya dan menjauhi larangannya.
Dua makna yang terkandung dalam lafal zikir menurut At-Thabathabai:
1. Kegiatan psikologis yang memungkinkan seseorang memelihara makna sesuatu yang diyakini berdasarkan pengetahuannya atau ia berusaha hadir padanya (istikdhar)
2. Hadirnya sesuatu pada hati dan ucapan seseorang.
Zikir dapat mengembalikan kesadaran seseorang yang hilang, sebab aktivitas zikir mendorong seseorang untuk mengingat, menyebut kembali hal-hal yang tersembunyi dalam hatinya. Zikir juga mampu mengingatkan seseorang bahwa yang membuat dan menyembuhkan penyakit hanyalah Allah SWT semata, sehingga zikir mampu memberi sugesti penyembuhannya.
Melakukan zikir sama halnya nilainya dengan terapi rileksasi, yaitu satu bentuk terapi dengan menekankan upaya mengantarkan pasien bagaimana cara ia harus beristirahat dan bersantai-santai melalui pengurangan ketegangan atau tekanan psikologis. Kunci utama keadaan jiwa mereka itu adalah karena melakukan zikir.firman Allah SWT:
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.(QS. Al-Ra’d:28)
Cara berzikir:
1. Zikir Jabar, zikir yang dikeraskan baik melalui suara maupun gerakan. Fungsinya adalah untuk menormalisasikan kembali fungsi system jaringan syaraf,sel-sel, dan semua organ tubuh.
2. Zikir Sirr, zikir yang diucapkan dalam hati.
Kesimpulan kelima terapi diatas adalah terapi dengan doa dan munajat. Doa adalah permohonan kepada Allah SWT agar segala gangguan dan penyakit jiwa yang dideritanya hilang. Allah yang memberikan penyakit dan Dia pula yang memberikan kesembuhan. Doa dan munajah banyak didapat dalam setiap ibadah, baik dalam shalat, puasa, haji, maupun dalam aktivitas sehari-hari. Agar doa dapat diterima maka diperlukan syarat-syarat khusus, diantaranya dengan membaca istigfar terlebih dahulu. Istigfar tidak hanya berarti memohon ampunan kepada Allah, tetapi lebih esensial lagi yaitu memiliki makna taubat.
Yang unik dalam psikoterapi islam adalah keberadaannya sangat subyektif dan teosentris. Dalam melakukan terapi, masing-masing individu memiliki tingkat kualitas yang berbeda seiring pengetahuan, pengalaman, dan pengamalan yang dimiliki. Tentunya hal itu mempengaruhi tingkat kemujaraban terapi yang diberikan. Perbedaan itu dapat dipahami sebab dalam islam mempercayai adanya anugrah dan kekuatan agung diluar kekuatan manusia, yaitu Tuhan.

Selasa, 01 Juni 2010

Psikologi Forensik

Psikologi forensik adalah interface dari psikologi dan hukum, dan merupakan aplikasi dari psikologi, khusunya dari psikologi klinis, pada masalah-masalah yang dihadapi oleh jaksa, polisi, dan lain-lain untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan keadaan sipil, kriminal, dan administratif (civil, criminal, administrative justice) .
Bidang yang dinamakan psikologi forensik mencakup peran psikolog dalam menentukan beberapa hal-hal penting, yaitu:
1. Psikolog dapat menjadi saksi ahli. Ada perbedaan antara saksi ahli dengan saksi biasa, seorang saksi ahli harus mempunyai kualifikasi.
2. Psikolog dapat menjadi penilai dalam kasus-kasus kriminal.
3. Psikolog dapat menjadi penilai bagi kasus-kasus madani/sivil. Termasuk didalamnya menetukan layak tidaknya seseorang masuk rumah sakit jiwa, kekerasan dalam keluarga, dan lain-lain.
4. Psikolog dapat juga mamperjuangkan hak untuk memberi/menolak pengobatan bagi seseorang.

5. Psikolog diharapkan dapat memprediksi bahaya yang mungkin berkaitan dengan seseorang. Misalnya, dampak baik/buruknya mempersenjatai seseorang. Psikolog diharapkan tahu motivasi, kebiasaan, dan daya kendali seseorang.
6. Psikolog diharapkan dapat memberikan treatment yang sesuai dengan kebutuhan.
7. Psikolog diharapkan dapat menjalankan fungsi sebagai konsultandan melakukan penelitian dibidang psikologi forensik.

Menurut Nietzel ada lima pembahasan pokok psikologi forensik :
1. Kompetensi untuk menjalani proses pengadilan serta tanggung jawab kriminal.
2. Kerusakan psikologis yang mungkin terjadi dalam pengadila sipil.
3. Kompetensi sipil.
4. Otopsi psikologis dan criminal profiling
5. Hak asuh anak dan kelayakan orang tua (parental fitness)
Yang dimaksud dengan otopsi psikologi adalah kegiatan psikolog untuk melakukan asessment terhadap seseorang yang sudah meninggal. Asessem ini diminta oleh pengadilan untuk mengetahui keadaan psikis orang itu sebelum meninggal. Selanjutnya dapat diketahui penyabab kematian (bunuh diri, kecelakaan, dan lain-lain). Ini dilakukan unutk menentukan wajib/tidaknya suatu perusahan memberi kompensasi kepada keluarga korban.
Crirminal profeling memiliki persamaan dengan otopsi psikologis. Keduanya sama-sama menentukan keadaan psikis atas data-data yang ditinggalkan seseorang. Pertanyaan dalam criminal profiling adalah siapa yang melakukan –pelaku belum diketahui. Perbuatan kriminal sering kali meninggalkan jejak. Criminal frofiling bertujuan untuk mencari pelaku dan penyebabnya berdasarkan tanda-tanda yang ditinggalkan.